Pemantik Listrik Terbarukan

Pemantik Listrik Terbarukan

Demam memakai pelet kayu sebagai bahan baku pembangkit sebenarnya tengah gencar sejalan melejitnya tren dunia terhadap pemanfaatan daya terbarukan. Aplikasi yang praktis serta bahan baku yang gampang didapat menjadikan pelet kayu (wood pellet) sebagai satu andalan daya terbarukan yang kian digandrungi. Pelet kayu sebenarnya merupakan ekstrak serbuk kayu yang dipadatkan, sampai berupa pelet yang berukuran 2-3 cm.

Di Tanah Air, pabrik-pabrik penghasil pelet kayu sebenarnya udah menjadi bermunculan sejalan meningkatnya permintaanya dari negara-negara maju yang tengah mengkonsumsi pelet kayu sebagai bahan baku pembangkit listriknya.

Di Korea Selatan misalnya, perusahaan listrik negeri gingseng itu, Korea Electric Power Corporation (Kepco), tiga th. ini meng­alami peningkatan keinginan pelet kayu dalam kuantitas yang memadai signifikan. Di 2013, keinginan meraih  0,4 juta ton. Kemudian, th. berikutnya meningkat jadi 1,3 juta ton. Di 2015 diperkirakan keinginan  bertambah sampai meraih  2,0 juta ton. Selain Korsel, Jepang, Amerika Serikat, Finlandia, dan Kanada tercatat sebagai negara-negara pengimpor pelet kayu dengan kuantitas yang memadai besar untuk bahan bakar pembangkit listiknya.

Di Tanah Air belum ada satu pun per­usahaan IPP yang memakai daya biomassa ini sebagai sumber bahan baku pembangkitnya. Padahal, potensi pelet kayu sebagai sumber daya alternatif di sini memadai menjanjikan, dibandingkan negara lain sebab keter­sediaan bahan baku dari limbah industri kayu memadai melimpah premium wood pellet .

Pelet kayu bisa dibentuk dari begitu banyak ragam type tanaman kayu keras layaknya Mahoni, Jati, ataupun Sengon yang banyak tumbuh di nusantara. Namun, banyak yang mere­ferensikan secara tertentu memakai tanaman Kaliandra merah sebagai bahan baku pelet kayu yang paling sesuai. Alasannya sebab tanaman ini punya cii-ciri bisa tumbuh di mana saja, bahkan daerah yang miskin akan hara. Selain itu, era panen Kaliandra memadai cepat, yai­tu tiga bulan sekali sejak umur tanam setahun.  

Secara teknis kalori yang dihasilkan pelet kayu bisa meraih 4700 Cal. Angka itu setara dengan kalori terhadap batu bara muda yang menajadi sumber bahan bakar bagi PLTU.  Satu ton pelet kayu diproyeksikan bisa membuahkan listrik sebesar 1 KWH.

Salah satu perusahaan yang tertarik mendayagunakan pelet kayu ada­lah PT Energi Biomassa Indonesia (EBI) anak perusahaan BUMN Energi Ma­najemen Indonesia (EMI). Menurut Direk­tur Opera­sional PT EMI, Ganesha Tri Chan­drasa, keinginan ekspor pelet kayu ke Indo­nesia meraih 250 ribu ton per th. dan tetap meningkat. Melihat potensi ini, perusahaan yang bergerak di bidang daya konservasi itu beritikad membangun pabrik pelet kayu di Purworejo, yang rencananya akan dioperasikan di pertengahan 2016 mendatang.

“Kami konsep mengolah sebesar 30 ribu ton per th. atau 5—8 ton per jam/100 ton per hari/2.500 ton per bulan yang diupayakan untuk mencukupi pasar lokal khususnya dahulu sesudah itu baru untuk ekspor,” jelasnya. Menurutnya, di Indonesia meski gaung pelet kayu belum sampai diaplikasikan untuk pembangkit listrik, namun untuk keperluan bahan bakar lainnya udah banyak diterapkan sejumlah pelaku bisnis makanan, minuman, ataupun peternak.

Integrasi Energi

Menurut Satrio Astungkoro, Direktur PT EBI, tantangan teknis mengolah pelet kayu dibandingkan dengan biomassa sejenis layaknya briket sebenarnya lebih tinggi sebab teknologi pelletizer yang diapli­kasikan pun lebih mahal.  Namun secara fungsi dan nilai guna, keduanya mirip dalam membuahkan panas. “Wood pellet sebelas dua belaslah dengan briket, mutu lebih bagus namun harganya terhitung lebih mahal,” mengerti Satrio.

“Kualitas panas yang dihasilkan pelet kayu tahan lama itu sebabnya penggunaanya sekarang banyak dimaksudkan untuk proses pemanasan dengan kala yang panjang,“ ujar Judia Fauzi, selaku Project Manager PT EBI. Untuk pembangkit listrik, pemanfaatan pelet kayu bisa meminimalisasi pemanfaatan batu bara. Bila dikomperasikan, bentuk batu bara yang berupa bongkahan tentu saja memakan ruang dan butuh alat angkut tersendiri dibandingkan dengan memakai pelet kayu yang berukuran kecil dan standar. Selain itu yang paling utama, hasil pembakaran pelet kayu habis terbakar prima dengan warna asap putih tanpa persentase gas beracun layaknya karbon monoksida (CO) yang terkan­dung dalam batu bara. Sisa pembakaran atau abu bisa segera dijadikan pupuk. Sehingga hampir tanpa limbah.  

Secara operasional PT EBI nantinya mengintegrasikan pemanfaatan pelet kayu dengan rantai industri rumah tangga dekat wilayah pabrik. Bahan baku pelet kayu yang akan di mengolah merupakan limbah bekas industri kayu yang banyak di wilayah Purworejo, Jawa Tengah. Selain itu penduduk kira-kira pun udah banyak yang memakai tanaman Kaliandra sebagai pakan peternakan kambing Ettawa, terhitung madu dari bunga Kaliandra. “Memang prinsipnya perusahaan kita bergerak mengkonservasi terhitung mengkonversi apa saja yang bisa dimanfaatkan sebagai energi. Dengan kehadiran industri wood pellet ini kita mengintegrasikan pe­manfaatan tanaman kaliandra secara ke­se­luruhan, daunnya untuk ternak, bunga­­nya untuk mengolah madu, sedang­kan dahan kayunya untuk bio massa,” terang Ganesha.

Investasi yang dikeluarkan untuk mengolah wood pellet di luar harga tanah meraih hampir Rp7—8 miliar.  Sebagian pengeluaran dialokasikan untuk investasi mesin. Ke depan, tak cuma jadi penghasil wood pellet, PT EMI pun berencana menjalin kontrak kerjasama dalam pembuatan pembangkit listrik tertentu bahan baku wood pellet. “ Rencana ke depan kita menginginkan kecil-kecilan sebabkan pembangkit listrik simple untuk kebutuhan internal sebesar 10 MW yang bisa dijadikan prototipe untuk pengembangan pembangkit listrik terbarukan dengan inovasi wood pellet ini,” tutur Ganesha. (NA)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keuntungan Belajar Bahasa Inggris untuk Karir

Cara Mengaktifkan Notifikasi Instagram di iPhone